Perempuan adalah ciptaan Allâh yang
hadir atas nama cinta. Hawa adalah perempuan pertama yang diciptakan
atas dasar cinta Allâh kepada Adam. Dia diciptakan untuk menjadi
pasangan bagi Adam atas kehendak Allâh sendiri karna manusia itu
diciptakan semuanya berpasangan. Firman Allâh:
Dan (Dia lah) Yang menciptakan
sekalian makhluk Yang berbagai jenisnya; dan ia mengadakan bagi kamu
kapal-kapal dan binatang ternak Yang kamu dapat mengenderainya, (QS al-Dhukhan [44]: 12)
Di dalam ayat lain, Allâh berfirman,
“1. Wahai sekalian manusia!
bertaqwalah kepada Tuhan kamu Yang telah menjadikan kamu (bermula) dari
diri Yang satu (Adam), dan Yang menjadikan daripada (Adam) itu
pasangannya (isterinya -Hawa), dan juga yang membiakkan dari keduanya -dzuriat keturunan- lelaki dan perempuan yang ramai, dan bertaqwalah kepada Allâh Yang kamu selalu meminta dengan menyebut-nyebut nama-Nya, serta peliharalah hubungan (silaturrahim) kaum kerabat, kerana sesungguhnya Allâh senantiasa memerhati (mengawas) kamu.” (QS al-Nisâ’[5]: 1)
Dari keturunan Adam dan Hawa lahirlah
anak keturunannya laki-laki dan perempuan yang berkembang biak hingga
saat ini. Dengan berjalannya waktu telah kita saksikan manusia
meletakkan derajat seorang perempuan di tahap yang paling bawah. Anak
perempuan dibunuh, golongan perempuan dijadikan alat pemuas nafsu
laki-laki, perempauan diperlakukan dengan kasar dan hina sehingga Islam
datang yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam
dengan membawa risalah untuk mengangkat derajat perempuan pada
kedudukan yang labih baik dan mulia. Selanjutnya anak keturunan Hawa ini
diangkat menjadi tinggi martabatnya dalam Islam.
Perempuan adalah insan mukalaf sama seperti laki-laki, di tuntut supaya beribadah kepada Allâh Subhânahu wa Ta’âlâ
bahkan Islam yang indah ini datang mengakui kaum perempuan berhak
mendapat penghargaan sebagai seorang ibu, isteri dan anak perempuan.
Mereka juga bertanggungjawab sepenuhnya atas perilaku di dunia dan di
akhirat, Islam memberikan hak harta untuk membelanjakannya serta
mengurusnya. Berdasarkan prinsip umum, perempuan adalah sama seperti
laki-laki dari segi memikul tuntutan syara’ melainkan apa yang
dikecualikan oleh Allâh Subhânahu wa Ta’âlâ. Allâh berfirman dalam al-Qur’ân,
“195. Maka Tuhan mereka
memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), “Sesungguhnya Aku tidak
menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik
laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari
sebagian yang lain.[1]
Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya,
yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah
akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan
mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai
pahala di sisi Allâh, dan Allâh pada sisi-Nya pahala yang baik.” (QS Ali ‘Imrân[3]:195)
Islam menjunjung
tinggi martabat kaum perempuan yang taat kepada Allâh dan Rasul.
Sepanjang zaman kita lihat srikandi-srikandi Islam begitu teguh
mempertahankan diri dan muru’ah –kehormatan- serta berjuang kerana
Allâh. Walau bagaimanapun memang benar, pernah dikatakan Rasûlullâh
bahwa antara golongan yang paling banyak mamasuki neraka adalah
perempuan. Namun, jangan kita lupakan bahwa kaum perempuan juga mudah
untuk memasuki surga. Bagaimanapun, hari ini banyak kaum perempuan
kurang menyadari kemuliaan kedudukan mereka di sisi agama bahkan
laranagn dan perintah bukanlah untuk menyusahkan mereka tetapi di
situlah letak murninya seorang perempuan.
Telah Nabi tinggalkan kepada kita dua
perkara utama yang kita harus jadikan panduan dalam menyusuri hidup ini
yaitu Kitabullâh dan Sunnahnya. Karena perempuan itu juga adalah manusia
yang diciptakan seperti laki-laki melalui proses dari seorang anak
perempuan kemudian dilamar menjadi seorang isteri setelah itu menjadi
ibu kepada anak-anaknya. Sepanjang proses ini tidak ada sedikit pun
Islam mau mengesampingkan kaum perempuan. Betapa Islam menjaga kaum
perempuan supaya mereka sadar bahwa fitnah juga turut hadir
bersama-samanya supaya mereka sadar terhadap bahaya yang mengancam
dirinya agar selamat dari bahaya ini.
Perempuan Sebagai Anak
Dari Ummu Salamah radhiyallâh ‘anhu, “Aku bertanya kepada Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam, “Mengapa kami kaum perempuan tidak dsebutkan (keutamaannya) dalam al-Qur’ân sebagaimana kaum laki-laki?” Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam tidak
segera menjawab. Namun, pada waktu lain, kulihat beliau berdiri di atas
mimbar. Ketika itu, aku sedang menyisir rambut, aku masuk ke salah satu
kamar di rumahku. Kupasang pendengaranku di dekat atap masjid yang
ketika itu masih terbuat dari pelepah kurma, dan posisinya dekat dengan
mimbar masjid. Aku mendengar Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai manusia, sesungguhnya Allâh Subhânahu wa Ta’âlâ
berfirman dalam Kitab-Nya, “Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang
memeluk Islam, laki-laki dan perempuan yang beriman, laki-laki dan
perempuan yang taat (kepada Allâh), laki-laki dan perempuan yang
(berbuat) benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan
perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah,
laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang
memelihara kehormatan, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut
(nama) Allâh, bagi mereka, Allâh telah menyediakan ampunan dan pahala yang besar. “(QS al-Ahzab [3]: 35)
Sifat malu adalah karakter yang istimewa
bagi kaum perempuan. Jika mereka kehilangan sifat ini mereka akan
kehilangan semua kecantikan. Tambahan kepada anak gadis yang masih
perawan atau belum nikah. Mereka sedang memikul tanggungjawab dan muru’ah
–kehormatan- kedua ibu bapak walau ke mana pun mereka pergi. Walau apa
pun yang dilakukan pasti akan menjadi perhatian orang sekeliling. Bahkan
mereka juga mudah dijadikan bahan fitnah bagi mereka yang tidak tahu
menjaga harga diri. Hal ini amat ketara dan bisa kita lihat pada anak
gadis pada zaman modern. Kebanyakan mereka telah hilang rasa malu dan
sopan serta kelembutan. Mereka bebas bergaul di kalangan kaum laki-laki
dengan perbuatan yang mengairahkan dan berpakaian yang menampakkan aurat
sehingga nampaklah lekuk-lekuk tubuhnya. Rasûlullâh bersabda,
“Apabila kamu tidak merasa malu maka perbuatlah apa yang kamu kehendaki” (HR. Bukhari)
Di zaman Khalifah Umar bin al-Khaththab radhiyallâhu ‘anhu,
beliau telah melihat perubahan-perubahan keadaan kaum perempuan di
zamannya (wujudnya penggunaan wangi-wangian dan alat solek) lalu beliau
melarang perempuan yang biasa ke masjid mengerjakan shalat dan tiada
seorang sahabat pun yang menentangi perintah Umar radhiyallâhu ‘anhu ini. Bahkan beberapa perempuan telah mengadu kepada Aisyah radhiyallâhu ‘anha di mana beliau juga bersepakat dengan Umar radhiyallâhu ‘anhu dan berkata, “Sekiranya Rasûlullâh melihat keadaan yang boleh disaksikan wujud di kalangan perempuan pada masa ini Baginda juga melarang mereka dari masuk masjid.” Sebagai seorang anak perempuan bahkan jika sudah bergelar isteri dan ibu, wajib atas mereka memelihara muru’ah diri dan menutup aurat, sebagaimana Allâh tegaskan,
“59. Hai nabi, katakanlah kepada
isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin,
“Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya[2]
ke seluruh tubuh mereka”. yang demikian itu supaya mereka lebih mudah
untuk dikenal, Karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allâh adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS al-Ahzab[33]: 59)
Sayyidah ‘Aisyah radhiyallâhu ‘anha meriwayatkan, Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hai Aisyah, aku berwasiat kepada engkau. Hendaklah engkau senantiasa mengingat wasiatku ini. Sesungguhnya engkau akan senantiasa di dalam kebajikan selama engkau mengingat wasiatku ini…”
Intisari wasiat Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam tersebut dirumuskan sebagai berikut, “Hai, Aisyah, peliharalah dirimu. Ketahuilah bahwa sebagian besar dari pada kaum-mu (kaum perempuan) adalah menjadi kayu api di dalam neraka”.
Diantara sebab-sebabnya ialah mereka itu :
- Tidak dapat menahan sabar dalam menghadapi kesakitan (kesusahan), tidak sabar apabila ditimpa musibah.
- Tidak memuji Allâh Ta’âlâ atas kemurahan-Nya, apabila dikaruniakankan nikmat dan rahmat tidak bersyukur.
- Mengkufurkan nikmat dan menganggap nikmat bukan dari Allâh.
- Banyak bicara yang tidak bermanfaat dan sia-sia.
Dari Ummu Salamah radhiyallâhu ‘anha, pada suatu malam, Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam bangun tidur lalu berkata, “Tiada Tuhan selain Allâh. Fitnah apa yang diturunkan pada malam ini? Siapakah
orang yang telah membangunkan para penghuni kamar? Berapa banyak
perempuan berpakaian di dunia tetapi telanjang kelak di hari akhirat?” (HR Al-Bukhari).
Apabila mereka telah menjaga muru’ah
diri maka mereka telah meringankan beban kedua orang tua mereka. Bahkan
mereka juga dapat menghindarkan diri daripada gejala sosial dan
maksiat. Sebagaimana yang dapat dilihat hari ini pebagai kasus yang
keluar di koran seperti pembuangan bayi, zina, dan rogol, itu semua
adalah puncak dari keruntuhan akhlaq yang leluasa di kalangan anak
remaja pada masa kini. Siapakah yang harus dipersalahkan? Apakah
kurangnya penghayatan kepada hadits Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam,
Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda:
من البتلى بشيء من البنات فصبر عليهن كن له حجابا من النار
“Siapa yang diberikan rezeki
anak-anak perempuan, kemudian ia bersabar dalam memperlakukan mereka
niscaya mereka menjadi penghalang baginya dari api neraka.”
Bahkan ia akan masuk surga bersama Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam jika ia bersabar hingga anak-anaknya itu dewasa. Sesuai dengan sabda Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam,
من عال جاريتين حتى يدركا دخلت أناو هو الجنة كهاتين
“Siapa yang menanggung kehidupan dua anak perempuannya hingga dewasa, niscaya saya dan dia masuk surga seperti kedua hal ini dan Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam, memberi isyarat dengan dua jari beliau.” (HR Muslim dan Tirmidzi)
Pesan lain yang disampaikan Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam
ialah taat kepada kedua ibu bapak. Bahkan jika terdengar panggilan
antara ibu dan bapak, maka anak harus segera menyahut panggilan ibunya
terlebih dahulu, kemudian bapaknya. Ibu sebagai perempuan banyak
berkorban demi kebahagiaan anak-anaknya dan suami tercinta. Sesungguhnya
surga bagi seorang anak di bawah telapak kaki ibu,
الجنة تحت أقدام الأمهات
Lafazh ini adalah lafazh masyhur dan
tidak didapati dalam sumber-sumber utama hadits. Tetapi maknanya
bertepatan dengan satu hadits lain yaitu “Seorang laki-laki yang mau
berperang, dan bertemu Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam meminta pandangannya. Baginda bertanya, “Adakah kamu mempunyai ibu?” Jawabnya, “Ya”. Kata Nabi, “Lazimilah dia, karena surga di bawah kakinya”. (Direkod oleh Ahmad dalam Musnad dan Nasâ’i. Sanadnya dinilai shahih oleh Hakim).
Perempuan Sebagai Istri
Agama Islam tidak menganggap perkawinan
itu hanya untuk memenuhi tuntutan hawa nafsu saja. Setiap pasangan harus
memikirkan tanggungjawab mereka bukan saja sekadar suami isteri bahkan
sebagai ibu dan bapak. Perempuan adalah perisai dalam rumah tangga
kerana memikul tanggungjawab yang sangat besar. Perempuan itu bukanlah
barang mainan kaum laki-laki tetapi mereka adalah ciptaan yang mempunyai
moral dan rohani yang diamanahkan kepada kaum laki-laki melalui
perjanjian luhur (melalui ikatan perkawinan yang sah) di mana Allâh Subhânahu wa Ta’âlâ adalah sebagai saksi untuknya.
“21. Dan di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu
sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS al-Rûm[30]: 21).
“72. Allâh menjadikan bagi kamu
isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari
isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezqi
dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil
dan mengingkari nikmat Allah?”(QS al-Nahl [16]: 72).
Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam
bersabda, bahawa kesopanan dan malu itu sebagian dari iman, oleh karena
itu gambaran rumah di mana isteri tidak mempunyai sifat malu dn
kesopanan adalah satu yang amat malang sekali. Ia seperti bencana pada
kehidupan laki-laki.
“26. Perempuan-perempuan yang keji
adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat
perempuan-perempuan yang keji (pula), dan perempuan-perempuan yang baik
adalah untuk laki-laki yang baik dan laki- laki yang baik adalah untuk
perempuan-perempuan yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih
dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka
ampunan dan rezqi yang mulia (surga).”[3] (QS al-Nûr [24]: 26)
Hadits Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam menjelaskan beberapa kriteria yang ditetapkan dalam Islam dalam memilih calon isteri. Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تنكح المرأة لأربع : لمالها ولنسابها ولجمالها ولدينها فاظفر بذات الدين تربت يداك
“Perempuan dinikahi karena
empat hal yaitu karena harta, keturunan, kecantikan dan agamanya. Maka
pilihlah perempuan yang beragama, engkau akan beruntung.”
Seterusnya baginda shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لا تنكح المرأة لجمالها فلعل جمالها يرديها ولا لمالها فلعل مالها يطغيها وانكح المرأة لدينها
“Janganlah menikahi perempuan hanya
karena kecantikannya, barangkali kecantikannya itu akan mencelakakannya
dan jangan hanya karena hartanya, barangkali hartanya membuat dirinya
melampaui batas dan nikahilah perempuan karena agamanya.” (HR. Ibnu Majah).
Islam mengkehendaki agar para perempuan
menjadi isteri yang sentiasa bersyukur dan merasa cukup dengan pemberian
Allâh dan keberadaan suaminya. Bersyukurlah dengan rezeqi, kesenangan
bahkan ketika mendapat musibah pun harus bersyukur karena itu adalah
pemberian dari Allâh. Pemberian Allâh itu bukanlah untuk membebankan
hamba-Nya tetapi untuk mendidik mereka menjalani kehidupan ini dengan
lebih baik. Allâh Ta’âlâ berfirman,
“236. Tidak ada kewajiban membayar
(mahar) atas kamu, jika kamu menceraikan isteri-isteri kamu sebelum kamu
bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya dan
hendaklah kamu berikan suatu mut’ah (pemberian) kepada mereka. Orang
yang mampu menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut
kemampuannya (pula), yaitu pemberian menurut yang patut yang demikian
itu merupakan ketentuan bagi orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS al-Baqarah [2]: 236)
Pernikahan yang sukses adalah pernikahan
yang didasarkan pada ketenangan dan kedamaian jiwa yang ada pada diri
kedua pasangan secara bersamaan. Dalam hal ini Imam Ali radhiyallâhu ‘anhu pernah mengungkapkan, “Tidak
ada keberuntungan yang lebih baik yang dirasakan seorang suami kecuali
isteri shalihah. Apabila ditatapnya, ia menyenangkannya. Jika suami
tidak sedang berada di sisinya, ia mampu menjaga diri dan hartanya.” Resapilah sabda Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam,
أعظم النساء بركة أيسرهن مؤنة
“Perempuan yang paling banyak berkahnya ialah yang paling mudah beban hidupya.”(HR. Imam Ahmad di dalam al-Musnad, al-Hakim di dalam al-Mustadrak dan al-Baihaqî di dalam Syu’aib al-Imâm)
Istri yang ideal ialah istri yang
penyayang, pengasih, rendah hati, menjaga kehormatan dan memiliki
kecantikan. Cinta antara suami dan isteri tidak hanya sementara dan
tidak bekerja untuk tujuan lemah, tetapi cinta tersebut merupakan
kecintaan hati yang suci dan jiwa yang hidup. Cinta maknanya adalah
pemberian, hasilnya adalah keindahan dan kegembiraan. Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda:
حبب إليّ من دنياكم ثلاث : النساء والطيب وجعلت قرة عيني في الصلاة
“Ada tiga perkara dari dunia kalian
yang membuatku menyukainya yaitu perempuan, minyak wangi dan dijadikan
penyejuk mataku di dalam shalat.” (HR al-Nasâ’i di dalam Shahihnya dan al-Hakim di dalam al-Mustadrak).
Seorang istri dalam hidupnya bisa
menjadi neraka dan surga bagi suaminya. Kedua pihak harus berusaha
dalam mengatasi pelbagai masalah yang timbul sehingga setan tidak bisa
menghasut berduanya. Maka hendaklah pasangan ini senantiasa berbuat
kebaikan dan ketaqwaan kepada Allâh dan ia adalah sebaik-baik bekal dan
amalan.
“34. Kaum laki-laki itu adalah
pemimpin bagi kaum perempuan, oleh karena Allâh telah melebihkan
sebagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (perempuan), dan
karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.
Sebab itu maka wanita yang shaleh, ialah yang taat kepada Allâh lagi
memelihara diri[4] ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).[5] Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan nusyuznya[6].
Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka,
dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah
kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya[7]. Sesungguhnya Allâh Maha Tinggi lagi Maha besar.” (QS al-Nisâ’[4]: 34)
Rasûlullâh pernah ditanya, “Siapakah perempuan yang terbaik?” Beliau shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Yaitu
perempuan yang menyenangkan tatkala dilihat, taat tatkala diperintah,
dan tidak menyimpang pada dirinya sendiri dan hartanya dengan melakukan
sesuatu yang tidak disukai.” (HR Abû Daud dan al-Nasâ’i dengan sanad yang hasan)
Perempuan Sebagai Ibu
Setelah melalui proses sebagai seorang
anak dan isteri, telah menjadi impian semua kaum perempuan untuk menjadi
ibu bagi anak-anaknya. Bahkan Islam turut meninggikan martabat ibu yang
sungguh mulia. Islam amat memuliakan ibu dan kemuliaan ibu menduduki
tempat ke-dua selepas mentaati Allâh Subhânahu wa Ta’âlâ. Justru, Allâh Subhânahu wa Ta’âlâ
telah mewajibkan anak-anak memuliakan dan menghormati ibu sekalipun
berlainan pegangan agama. Adalah satu kenyataan bahwa ibu mempunyai
kedudukan yang lebih tinggi dibanding bapak. Berdasarkan sifat dan
naluri keibuan, maka tidak heran anak-anak lebih mengasihi, dan
mengingat serta sering menyebut nama ibu dibanding bapak. Jika sakit,
kita lebih suka ibu yang jaga. Kalau hendak makan, kita lebih suka ibu
yang masak dan menyuapi. Kalau ingin tidur, kita mau ibu yang tidurkan.
Kalau ingin nikah, ibu juga yang kita risaukan. Sehingga saat menghadapi
kematian pun, kita akan menyebut nama ibu.
Kuatnya ingatan anak-anak
kepada ibu ialah kerana ibulah yang mengandungkan kita, ibu yang
menyusui kita, ibu yang menyuapi kita makan dan minum, ibu yang mendodoi
dan menidurkan kita, ibu yang membersihkan najis dan segala kotoran di
badan kita. Oleh karena itu, wajarlah Allâh Subhânahu wa Ta’âlâ memuliakan ibu sesuai dengan pengorbanannya. Firman Allâh dalam al-Qur’ânul Karîm,
“14. Dan kami perintahkan kepada
manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya, ibunya telah
mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya
dalam dua tahun[8]. Bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (QS Luqman [31]: 14).
Pengorbanan yang dilakukan oleh seorang
ibu tidak dapat dibandingkan dengan apa pun di dunia ini. Malahan ibu
akan lebih diutamakan daripada bapak. Sabda Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam, dari Abû Hurairah, dia berkata, telah datang kepada Rasûlullâh, seorang laki-laki lalu bertanya, “Wahai Rasûlullâh, siapakah yang lebih berhak untuk saya pergauli dengan baik?” Beliau menjawab, “Ibumu” dia bertanya lagi, “Kemudian siapa?” Beliau menjawab, “Ibumu” dia bertanya lagi, “Kemudian siapa?” Beliau menjawab, “Ibumu” dia bertanya lagi, “Kemudian siapa?” Beliau menjawab, “Bapakmu”. (HR Muslim).
Ibu adalah orang yang paling berhak
menerima kebaikan yang berupa kasih sayang dan penghargaan dari pada
anak-anaknya yaitu sebanyak tiga kali jika dibandingkan yang berhak
diterima oleh seorang bapak daripada anak-anaknya. Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam
menyebut perkataan ibu sebanyak tiga kali, sedangkan bapak hanya sekali
saja yaitu pada kali yang ke empat. Andai berlaku pertimbangan
keperluan antara bapak dan ibu dalam mendapat khidmat anaknya, maka
ibulah yang lebih berhak diutamakan.
Putri Rasûlullâh, Fathimah al-Zahra yang
dicintai baginda merupakan antara contoh srikandi yang di asuh Nabi
menjadi perempuan terunggul. Baginda Rasâlullâh telah banyak
meninggalkan pesanan, nasihat dan aturan untuk Fathimah al-Zahra. Perlu
di ingatkan di sini bahwa, apa saja yang ditinggalkan kepada Fathimah
adalah ditinggalkan juga pesan itu terhadap perempuan Muslimah umumnya.
Ibu yang mengandung diberikan ganjaran yang besar oleh Allâh.
Sabda Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam ketika meningalkan pesan terhadap putrinya, “Wahai
Fathimah! Disaat seorang perempuan mengandung, maka malaikat memohonkan
ampunan baginya, dan Allâh tetapkan baginya setiap hari seribu
kebaikan, serta melebur seribu kejelakan. Ketika seorang perempuan
merasa sakit akan melahirkan, maka Allâh tetapkan pahala baginya sama
dengan pahala para pejuang Allâh. Disaat seorang perempuan melahirkan
kandungannya, maka bersihlah dosa-dosanya seperti ketika dia dilahirkan
dari kandungan ibunya. Disaat seorang perempuan meninggal karena
melahirkan, maka dia tidak akan membawa dosa sedikit pun, didalam kubur
akan mendapat taman yang indah yang merupakan bagian dari taman surga.
Allâh memberikan padanya pahala yang sama dengan pahala seribu orang
yang melaksanakan ibadah haji dan umrah, dan seribu malaikat memohonkan
ampunan baginya hingga hari kiamat.”
Besarnya pengorbanan seorang
ibu bernama Siti Hajar yang penuh sabar berulang-alik antara Bukit
Shafa dan Marwah untuk mencari air menghilangkan dahaga anaknya, Nabi
Ismail telah diberi penghargaan Allâh. Peristiwa itu telah disyariatkan
yaitu sa’i dan diberi penghargaan sebagai salah satu daripada rukun Islam yang kelima. Ibu dalam al-Qur’ân cukup dimuliakan.
Contohnya dalam surat al-Qashash ayat 13 Allâh berfirman yang bermaksud, “Maka Kami kembalikannya (Musa) kepangkuan ibunya supaya menyenangkan hatinya dan tidak berduka.”
Ibu Nabi Musa telah melahirkan anaknya dengan susah payah tetapi
kekejaman Firaun memisahkan mereka. Namun alangkah besarnya rahmat Tuhan
terhadap ibu karena selepas menghadapi halangan dapatlah dia hidup
lebih bahagia dengan menyusukan sendiri anaknya dan mengasuh sehingga
besar dengan perbelanjaan dari istana. Sebab dengan menjadi pengasuh dan
menyusukan anak raja (Musa) itu, ibu Musa sekeluarga telah dihormati
oleh seluruh penduduk negara.
Peranan seorang ibu sangat besar dalam
mendidik anak-anaknya supaya menjadi insan yang cemerlang di dunia
lebih-lebih lagi di akhirat. Kasih sayang seorang ibu yang bijaksana
terhadap anaknya mampu menyebabkan masuk surga serta menyelamatkannya
dari api neraka. Dari Aisyah radhiyallâhu ‘anha berkata, “Seorang
perempuan miskin beserta kedua anak perempuannya datang kepada aku
kemudian aku berikan kepada perempuan itu tiga buah kurma, lalu
perempuan itu memberikan kepada tiap anaknya sebuah kurma, dan ia hendak
memakan yang satunya itu, namun ternyta kedua anaknya meminta lagi,
maka perempuan itu pun membelah kurma yang ingin ia makan tadi, menjadi
dua. Sungguh keadaan ini membuatku kagum sehingga aku melaporkan apa
yang telah dilakukannya itu pada Rasûlullâh, lalu beliau bersabda, ”Sesungguhnya
Allâh telah mewajibkan kepadanya berkat (cintanya) kepada kedua anaknya
itu surga, atau akan membebaskan dari neraka dengan sebab keduanya.”
Ini juga adalah seruan untuk membuka pintu harapan di hadapan ibu-ibu
sekalian yang telah banyak mengalami frustasi karena banyaknya
kedurhakaan dan pengingkaran dari anak-anaknya setelah mencapai usia
baligh.
Sesungguhnya dalam mendidik
anak-anak, kesabaran yang tinggi perlu ada dalam diri ibu. Tugas
mendidik adalah suatu amanah yang berat yang harus dipikul oleh seorang
ibu dan ayah namun kerana ibu mempunyai luang masa yang lebih panjang
dengan anak-anak berbanding ayah maka tugas mendidik anak jatuh kepada
seorang ibu. Harus di ingatkan kepada para kaum ibu bahwasanya kasih
sayang terhadap anak-anak tidak terbatas hanya pada memberi makan
mereka, mengenyangkan mereka, dan memenuhi kebutuhan dunia mereka saja.
Akan tetapi lebih dari itu dengan mendidik dan mengajari mereka
ilmu-ilmu agama dan membiasakan mereka dengan akhlaq yang mulia sejak
masih kecil.
Karena barangsiapa yang terbiasa ketika
masa kecilnya dengan kebaikan maka ia akan menuai pada masa tuanya
kebaikan itu, dan barangsiapa yang masa tuanya terbiasa dengan kebaikan,
maka ia akan mati dalam kebaikan itu, dan barangsiapa yang mati dengan
penuh kebaikan maka ia akan dibangkitkan pada hari kiamat dengan
kebaikan tersebut, dan begitu juga sebaliknya. Ketahui juga bahwa
sesungguhnya sebagian besar kedurhakaan seorang anak terhadap orang
tuanya adalah buntut dari jeleknya pendidikan yang dia berikan
padanya,serta kurangnya perhatian dan hilangnya keteladanan yang baik
dari orang tuannya.
Oleh kerena itu, maka para ibu rawatlah
anak-anakmu dan ajarin mereka dengan adab atau perilaku yang islami, dan
berikanlah ilmu pada mereka pengetahuan tentang Allâh sebagaimana para
ibu memberi makan dan minum kepada anak-anaknya. Insy Allâh para ibu
akan mendapat pahala yang besar dari sisi Allâh.
Iktitâm
Musuh-musuh Islam bahkan musuh-musuh
kemanusiaan di masa kini, baik orang-orang kafir mau pun orang-orang
munafik yang berpenyakit di hatinya, jengkel melihat kemuliaan,
keseluruhan nilai dan keterpeliharaan perempuan Muslimah dalam naungan
Islam. Karena musuh-musuh Islam itu, baik orang-orang kafir maupun
munafik, menghendaki agar kaum perempuan menjadi destroyer instrument (alat
perusak) dan perangkap yang dapat mereka gunakan untuk menjaring
manusia-manusia lemah iman dan penurut hawa nafsu yang terkendali.
Setelah itu, mereka diberi kepuasan syahwat yang tak kenal kenyang itu.
Firman Allâh,
“27. Dan Allâh hendak menerima
taubatmu, sedang orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya bermaksud
supaya kamu berpaling sejauh-jauhnya (dari kebenaran).” (QS al-Nisâ’ [4]: 27)
Orang-orang Islam yang berpenyakit di
hatinya menghendaki agar perempuan menjadi barang dagangan murah dalam
arena pameran bagi para hidung belang dan para penurut keinginan setan,
barang dagangan yang terbuka untuk dipertontonkan dan dinikmati atau
sampai kepada hal yang lebih buruk dari sekadar demikian.
Majalah-majalah berbau porno menampilkan
gambar-gambar gadis cantik memukau dan semi telanjang untuk dijadikan
alat untuk meningkatkan oplag dan marketing majalah mereka. Itu lah
realita yang berlaku sekarang terhadap kaum perempuan. Kaum perempuan
tidak menyadari bahwa mereka telah dipergunakan lalu hidup bergelimang
dengan dosa-dosa besar.
Justru, kaum perempuan yang mau menjadi
shalihah sebagai seorang anak, istri bahkan ibu haruslah kembali kepada
tujuan asal penciptaan asal mereka di muka bumi Allâh ini. Jauhkan diri
kalian dari amalan dan perbuatan-perbuatan yang mendatangkan dosa besar
dan akan menyeret kalian ke neraka jahannam. Perlu di ingatkan bahawa
larangan dan aturan yang ditetapkan oleh Allâh adalah untuk memelihara
dan menjaga maru’ah –kehormatan- seorang perempuan. Andai
seorang perempuan pernah tersasar dan bergelimang dengan dosa sebelum
ini jangan putus asa dengan rahmat Allâh. Pintu taubat selalu terbuka
bagi mereka yang benar-benar mau bertaubat.
Firman Allâh yang kurang lebih artinya “53.
Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri
mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa[9] semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS al-Zumar [39]: 53)
Dari Abdullâh bin ‘Amr radhiyallâhu ‘anhumâ bawa Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dunia ini adalah perhiasan (kesenangan) dan sebaik-baik perhiasan (kesenangan) dunia adalah perempuan yang shalihah.” (HR Muslim, Nasâ’i, Ibnu Majah dan Ahmad).
Maka kaum perempuan haruslah menanam dalam diri untuk hidup sebagai
perhiasan yang memberikan manfaat kepada orang lain dan bukan racun
perusak. Karena sebaik perhiasan adalah perempuan yang shalihah dan
itulah yang terindah apabila kaum perempuan melaksanakan segala aturan
dan menjauhi larangan-Nya.
Perempuan yang mampu mendorong anak-anak
dan suaminya semakin dekat kepada Allâh. Jadilah perempuan yang sabar
seperti Asiyah, perempuan yang setia seperti Khadijah, perempuan yang
suci seperti Maryam, perempuan yang ikhlas seperti A’isyah dan perempuan
yang teguh seperti Fathimah.
Dan yang terakhirnya penulis tinggalkan dengan sebuah hadits yang pasti meruntun jiwa kaum perempuan. Pada suatu hari, Rasûlullâh shallallâhu
‘alaihi wa sallam berjalan-jalan bersama puteri baginda, Sayyidah
Fathimah radhiyallâhu ‘anha setibanya mereka berdua di bawah sebatang
pohon tamar. Fatihmah terpijak pohon semalu –tanaman putri malu-,
kakinya berdarah lalu mengadu kesakitan. Fathimah mengatakan kepada
bapaknya apalah gunanya pohon semalu itu berada di situ dengan nada yang
sedikit marah. Rasûlullâh dengan tenang berkata kepada putri
kesayangannya itu bahawasanya pohon semalu itu amat berkait rapat dengan
perempuan. Fathimah terkejut. Rasûlullâh menyambung kata-katanya lagi.
Para perempuan hendaklah mengambil pelajaran daripada pohon semalu ini
dari 4 aspek. Pertama, pohon semalu akan kuncup apabila disentuh. Ini
boleh diibaratkan bahwa perempuan perlu mempunyai perasaan malu (pada
tempatnya). Kedua, semalu mempunyai duri yang tajam untuk mempertahankan
dirinya. Oleh itu, perempuan perlu tahu mempertahankan diri dan maru’ah
sebagai seorang perempuan Muslimah. Ketiga, semalu juga mempunyai akar
panjang mendalam yang sangat kuat dan mencengkam bumi. Ini bermakna
perempuan shalihah hendaklah mempunyai keterikatan yang sangat kuat
dengan Allâh Rabbul âlamîn. Dan akhir sekali, semalu akan kuncup dengan
sendirinya apabila senja menjelang. Oleh itu, para perempuan sekalian,
kembalilah ke rumahmu apabila waktu semakin senja. Ambillah pelajaran
dari semalu walau pun ia hanya sepohon tumbuhan yang kecil.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar