Selasa, 31 Desember 2013

SEKILAS TENTANG RSPO

Roundtable On Sustainable Palm Oil atau biasa disebut RSPO merupakan prakarsa (inisiatif) dari pihak-pihak pemangku kepentingan global Industri kelapa Sawit untuk mendorong pertumbuhan dan penggunaan minyak sawit yang lestari (sustainable) melalui dialog yang terbuka pada seluruh rantai pasokan. RSPO Secara resmi didirikan  berdasarkan pasal 60 Swiss Civil Code pada tanggal 8 April 2004. Sustainable Palm Oil atau produksi minyak lestari merupakan Pengelolaan Kebun dan Mill secara berkelanjutan   (Sustainable)  baik dari aspek Ekonomi Finansial maupun dari aspek Sosial dan Lingkungan, dengan memperhatikan aspek transparansi  yang mencakup kebun, Mill (pabrik) dan Smallholder (plasma). Keanggotaan dalam RSPO terdiri dari :
  1. Perkebunan kelapa sawit
  2. Pabrikan minyak sawit atau pedagang
  3. Perusahaan consumer goods
  4. Pedagang eceran (Retailer)
  5. Bank dan investor
  6. Environmental/nature conservation NGO
  7. Social/developmental NGO
Sertifikasi RSPO
Sertifikasi  Sustanable Palm Oil  pada Unit Manajemen Mill beserta kebun pemasok buah dengan Prinsip dan Kriteria  (P&C) Sustainable Palm Oil (SPO). Sertifikasi Supply Chain Requirement atau Chain of Custody atau Penelusuran asal usul Tandan  Buah Segar (TBS) atau Fruit Fresh Bunch (FFB). Dalam proses Sertifikasi Asesmen ada proses Audit oleh Lembaga Sertifikasi  RSPO yang memberikan sertifikat RSPO dengan menggunakan Standar P&C RSPO dimana masa sertifikat adalah 5 tahun dan setiap tahunnya akan dilakukan Surveilance audit (audit berkala).
Prinsip dan Kriteria dalam RSPO
Pada bulan  November 2005, RSPO menetapkan Prinsip dan Kriteria Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan (RSPO P&C) yang terdiri atas 8 prinsip dan 39 kriteria, kemudian bulan November 2005-2007, RSPO melakukan uji coba penerapan RSPO P&C. November 2007, RSPO menetapkan dimulainya proses sertifikasi produksi minyak sawit yang berkelanjutan (Sertifikasi RSPO) dengan RSPO P&C sebagai standard global dan Interpretasi Nasional sebagai standard yang berlaku di negara produsen.
Interpretasi Nasional RSPO
Interpretasi Nasional RSPO untuk Indonesia ini disusun oleh Indonesian National Interpretation Working Group (INA NIWG) yang dipimpin oleh Bp. Daud Dharsono (GAPKI/SMART) dan beranggotakan para pemangku kepentingan industri minyak sawit di Indonesia.  Stakeholder  yang menjadi anggota INA-NIWG adalah
  1. GAPKI (PT SMART, PT Lonsum, PT Astra Agro, PPKS, PT Makin , PT Asianagri PTPN dst),
  2. Instansi Pemerintah (Kementrian Pertanian, Perindustrian, Perdagangan, Badan Pertanahan Nasional, Kementrian Lingkungan Hidup, Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kantor Menko Perekonomian)
  3. NGO Sosial –Sawit Watch
  4. NGO Lingkungan – WWF Indonesia, The Nature Conservancy (TNC)
  5. Bank – Bank Mandiri, Bank Permata, SCB, Bank Mega
  6. Apkasindo (Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia)
Selain itu terdapat Asosiasi lain seperti AIMMI dan  APOLIN. Interpretasi Nasional ini, disahkan pada Mei 2008, dan terdiri atas; 139 indikator nasional yang terbagi atas 65 indikator major dan 74 indikator minor. Indikator Major wajib untuk dipenuhi saat Certification Audit, dan jika terdapat ketidaksesuaian Indikator Minor maka wajib dipenuhi dalam surveillance audit berikutnya (1 tahun masa sertifikat).
8 Prinsip Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan
Ada 8 prinsip dan 39 kriteria dalam penerapan prinsip dan kriteria RSPO untuk produksi minyak sawit berkelanjutan yaitu :
Prinsip 1: Komitment Terhadap Transparansi
Kriteria 1.1 :
Pihak perkebunan dan pabrik kelapa sawit memberikan informasi yang diperlukan kepada pihak lain menyangkut isu-isu lingkungan, sosial dan hukum yang relevan dengan kriteria RSPO, dalam bahasa dan bentuk yang memadai, untuk memungkinkan adanya partisipasi efektif dalam pembuatan kebijakan.
Indikator :
Permintaan informasi dan tanggapan yang diberikan harus tercatat dengan baik.
Kriteria 1.2 :
Dokumen manajemen dapat diakses oleh publik, kecuali bila dicegah oleh aturan kerahasiaan dagang atau ketika keterbukaan informasi akan berdampak negatif pada lingkungan dan sosial.
Indikator :
Kriteria ini menyangkut dokumen manajemen mengenai isu-isu lingkungan, sosial dan hukum yang terkait dengan pemenuhan Kriteria RSPO. Dokumen yang harus dipublikasikan untuk umum termasuk, namun tidak terbatas pada :
1.Status tanah/hak guna (kriteria 2.2).
2.Kesehatan dan rencana keamanan (4.7).
3.Rencana-rencana dan analisa terkait dampak lingkungan dan sosial. (5.1, 6.1, 7.1, 7.3).
4.Rencana pencegahan polusi (5.6).
5.Detil keluhan dan penderitaan (6.3).
6.Prosedur negosiasi (6.4).
7.Rencana perbaikan kontinu (8.1).
Prinsip 2: Memenuhi Hukum dan Peraturan Yang Berlaku
Kriteria 2.1 :
Semua hukum dan peraturan berlaku/diratifikasi baik di tingkat lokal, national maupun internasional dipenuhi.
Indikator :
1.Bukti telah memenuhi persyaratan hukum tertentu.
2.Sistem yang terdokumentasi, yang meliputi informasi tertulis persyaratan-persyaratan hukum.
3.Mekanisme untuk memastikan bahwa upaya memenuhi persyaratan-persyaratan hukum tersebut telah dilaksanakan.
4.Sistem untuk menelusuri perubahan-perubahan pada UU. Sistem yang digunakan untuk memahami dan menerapkan hukum harus sesuai dengan skala organisasi.
Kriteria 2.2
Hak untuk menggunakan tanah dapat dibuktikan dan tidak dituntut secara sah oleh komunitas lokal dengan hak-hak yang dapat dibuktikan.
Indikator :
1.Dokumen-dokumen yang menunjukkan kepemilikan atau kontrak sewa yang sah,
2.sejarah penguasaan tanah dan pemanfaatan tanah sesungguhnya yang sah.
3.Bila terdapat atau sudah terdapat perselisihan, tunjukkan bukti-bukti tambahan tentang akuisisi tanah dan kompensasi yang memadai kepada pemilik dan penghuni
4.sebelumnya; dan bukti-bukti bahwa semua ini telah diterima dengan baik lewat persetujuan tanpa paksaan (free, prior and informed consent/FPIC).
5.Tidak adanya konflik atas tanah yang serius, kecuali persyaratan-persyaratan untuk penyelesaian konflik yang dapat diterima semua pihak (kriteria 6.3 dan 6.4) dilaksanakan dan disepakati oleh seluruh pihak yang terlibat.
Kriteria 2.3 :
1.Penggunaan tanah untuk kelapa sawit tidak menghilangkan hak legal maupun hak adat para pengguna lain tanpa adanya persetujuan tanpa paksa dari mereka.
2.Indikator :
3.Peta-peta yang menunjukkan wilayah-wilayah di bawah hak-hak adat yang diakui (kriteria 2.3, 7.5 dan 7.6)
4.Salinan kesepakatan negosiasi tentang proses keluarnya persetujuan (kriteria 2.3, 7.5 dan 7.6)
Prinsip 3: Komitmen terhadap kelayakan ekonomi dan keuangan jangka panjang
Kriteria 3.1
Terdapat rencana manajemen yang diimplementasikan yang ditujukan untuk mencapai keamanan ekonomi dan keuangan dalam jangka panjang.
Indikator :
1.Dokumen rencana usaha atau pengelolaan (minimum 3 tahun).
2.Ada prosedur untuk mendapatkan informasi dan tehnik baru dan mekanisme untuk menyebarluaskan informasi ini ke seluruh jajaran pekerja. Untuk organisasi dan skema pengelolaan petani besar prosedur ini harus didokumentasikan.
Prinsip 4: Penggunaan praktik terbaik tepat oleh perkebunan dan pabrik
Kriteria 4.1
Prosedur operasi didokumentasikan secara tepat dan diimplementasikan dan dipantau secara konsisten.
Indikator :
1.Mekanisme untuk memeriksa konsistensi implementasi prosedur.
2.Hasil-hasil terukur harus tercatat dengan baik.
Kriteria 4.2 :
Praktik-praktik mempertahankan kesuburan tanah sampai pada suatu tingkat atau, jika memungkinkan, meningkatkan kesuburan tanah sampai pada tingkat, yang dapat memastikan hasil optimum dan berkelanjutan.
Indikator :
1.Monitoring tren kandungan senyawa organik tanah.
2.Monitoring input netto pupuk (farm gate measures of exports vs penggunaan pupuk).
Kriteria 4.3 :
Praktik-praktik meminimalisasi dan mengendalikan erosi dan degradasi tanah.
Indikator :
1.Monitoring persentase permukaan tanah yang dilindungi dari dampak air hujan.
2.Monitoring persentase penanaman di lahan miring yang melebihi batasan tertentu (perlu monitoring yang spesifik tanah (soil-specific)).
3.Adanya program pemeliharaan jalan.
Kriteria 4.4 :
Praktik-praktik mempertahankan kualitas dan ketersediaan air permukaan dan air tanah.
Indikator :
1.Rencana pengelolaan air yang diterapkan.
2.Monitoring limbah BOD.
3.Monitoring pengunaan air per ton TBS oleh pabrik.
Kriteria 4.5 :
Hama, penyakit, gulma dan spesies baru yang agresif dikelola secara efektif menggunakan teknik Pemberantasan Hama Terpadu (PHT) secara tepat.
Indikator :
1.Monitoring unit level kandungan racun (toxicity unit) (a.i. x LD 50 / ton TBS).
2.Monitoring luasan implementasi PHT / total ha.
3.Adanya program untuk memonitor hama dan penyakit. Karena masalah akurasi pengukuran, monitoring level kandungan racun pestisida tidak dapat diterapkan pada smallholder.
Kriteria 4.6 :
Bahan kimia pertanian digunakan dengan cara-cara tidak membahayakan kesehatan dan lingkungan. Tidak ada penggunaan bahan prophylactic dan ketika bahan kimia pertanian dikategorikan sebagai Tipe 1A atau 1B WHO atau bahan-bahan yang termasuk dalam daftar Konvensi Stockholm dan Rotterdam digunakan, maka pihak perkebunan harus secara aktif melakukan upaya identifikasi bahan alternative dan proses ini harus didokumentasikan.
Indikator :
1.Justifikasi seluruh penggunaan bahan-bahan kimia.
2.Catatan penggunaan pestisida (termasuk bahan aktif yang digunakan, daerah tempat pestisida digunakan, jumlah yang digunakan per ha dan jumlah penerapan).
3.Bukti-bukti dokumentasi yang menunjukkan bahwa bahan-bahan kimia yang dikategorikan sebagai Tipe 1A atau 1B WHO atau bahan-bahan yang termasuk dalam daftar Konvensi Stockholm dan Rotterdam, serta paraquat (sejenis herbisida) dikurangi atau dihilangkan penggunaannya.
4.Penggunaan produk terpilih yang spesifik atas hama dan gulma yang menjadi target, dan yang memiliki efek minimum terhadap spesies yang tidak menjadi target harus digunakan jika ada. Namun, langkah-langkah untuk menghindari perkembangan resistensi (seperti rotasi pestisida) perlu dilakukan.
5.Bahan-bahan kimia hanya boleh digunakan oleh mereka yang memenuhi kualifikasi yang telah mendapatkan pelatihan terkait, dan harus selalu digunakan sesuai dengan spesifikasi produk. Fasilitas penyelamatan yang memadai harus ada dan digunakan. Seluruh tindakan keamanan/darurat yang dianjurkan produk harus diperhatikan dengan cermat, diterapkan dan dipahami para pekerja. Lihat kriteria 4.7 mengenai kesehatan dan keselamatan.
6.Penyimpanan seluruh bahan kimia harus memenuhi persyaratan Panduan Praktek FAO (lihat Annex/Lampiran 1). Seluruh bahan kimia harus dibuang secara baik dan tidak digunakan untuk keperluan lain (lihat kriteria 5.3).
7.Pemakaian pestisida lewat metode yang telah terbukti yang dapat meminimalisir resiko dan dampak. Penyemprotan pestisida lewat udara hanya diijinkan jika ada justifikasi yang terdokumentasi.
8.Bukti tes residu CPO, sebagaimana diminta rantai pasokan.
9.Pembuangan limbah yang baik, sesuai dengan prosedur yang sepenuhnya dipahami para pekerja dan pihak pengelola. Lihat kriteria 5.3 mengenai pembuangan limbah.
10.Pemeriksaan kesehatan operator pestisida tiap tahun.
Kriteria 4.7 :
Rencana kesehatan dan keselamatan kerja dielaborasi, disebarluaskan dan diimplemantasikan secara efektif.
Indikator :
1.Rencana kesehatan dan keselamatan mencakup hal-hal berikut:
2.Kebijakan kesehatan dan keamanan, yang diimplementasikan dan dimonitor.
3.Seluruh operasi terkait kesehatan dan keselamatan harus telah melewati analisa resiko, dan seluruh prosedur dan tindakan didokumentasikan dan diimplementasikan untuk mengatasi isu-isu teridentifikasi. Seluruh tindakan pengamanan yang dianjurkan produk perlu diperhatikan dengan baik dan diterapkan kepada pekerja terkait.
4.Seluruh pekerja yang terlibat dalam operasi telah mendapat pelatihan yang memadai mengenai praktek kerja yang aman (lihat kriteria 4.8). Peralatan perlindungan yang memadai harus tersedia bagi para pekerja di tempat kerja masing-masing untuk melakukan operasi-operasi yang dapat menimbulkan bahaya, seperti penggunaan pestisida, persiapan lahan, pemanenan dan pembakaran jika ada.
5.Orang yang bertanggung jawab harus diidentifikasi. Harus ada catatan tentang pertemuan berkala antara penanggung jawab dan para pekerja yang membicarakan masalah kesehatan, keselamatan dan kesejahteraan pekerja.
6.Tindakan-tindakan darurat dan tindakan-tindakan penanganan kecelakaan harus ada dan seluruh petunjuknya harus dimengerti dengan baik oleh seluruh pekerja. Prosedur penanganan kecelakaan harus ditulis dalam bahasa yang dimengerti para pekerja. Para pekerja yang telah mendapatkan pelatihan P3K harus berada dalam operasi di lapangan dan di kebun lainnya, dan perlengkapan P3K harus tersedia di lokasi kerja. Catatan tentang kecelakaan yang terjadi harus simpan dengan baik dan secara periodik di tinjau ulang. Para pekerja harus dilindungi dengan asuransi kecelakaan.
7.Pencatatan kecelakaan saat bekerja. Perhitungan yang dianjurkan: tingkat Lost Time Accident (LTA) (baik dengan menyatakan batas maksimum yang dapat diterima, atau kecenderungan penurunan).
Kriteria 4.8 :
Seluruh staf, karyawan, petani dan kontraktor haruslah dilatih secara tepat.
Indikator :
1.Organisasi besar memiliki program pelatihan formal yang meliputi analisa regular terhadap kebutuhan-kebutuhan pelatihan dan dokumentasi program.
2.Catatan pelatihan bagi setiap karyawan.
Prinsip 5: Tanggung jawab lingkungan dan konservasi kekayaan alam dan keanekaragaman hayati
Kriteria 5.1
Aspek-aspek manajemen perkebunan dan pabrik yang menimbulkan dampak lingkungan diidentifkasi, dan rencana-rencana untuk mengurangi/mencegah dampak negatif dan mendorong dampak positif dibuat, diimplementasikan dan dimonitor untuk memperlihatkan kemajuan yang kontinu.
Indikator :
1.Dokumen analisa dampak.
2.Perencanaan manajemen dan prosedur operasi yang tepat.
3.Bila identifikasi dampak membutuhkan perubahan pada praktek-praktek yang
4.Sedang dijalankan, untuk mengurangi dampak negatif, perlu dibuat sebuah jadwal perubahan.
Kriteria 5.2 :
Status spesies-spesies langka, terancam, atau hampir punah dan habitat dengan nilai konservasi tinggi, jika ada di dalam perkebunan atau yang dapat terpengaruh oleh manajemen kebun dan pabrik harus diidentifikasi dan konservasinya diperhatikan dalam rencana danoperasi manajamen.
Indikator :
Penyusunan informasi yang meliputi baik daerah tanam sendiri maupun pertimbangan bentang alam yang lebih luas dan relevan (misalnya koridor satwa liar). Informasi dimaksud harus mencakup :
1.Keberadaan daerah yang dilindungi yang mungkin terkena dampak luar biasa dari kegiatan perkebunan atau pabrik.
2.Status konservasi (misalnya status IUCN), perlindungan hukum, status populasi dan persyaratan habitat spesies langka, terancam atau hampir punah, yang mungkin terkena dampak luar biasa dari kegiatan perkebunan atau pabrik.
3.Identifikasi habitat dengan nilai konservasi tinggi, seperti ekosistem yang langka dan terancam, yang mungkin terkena dampak luar biasa dari kegiatan perkebunan atau pabrik.Jika terdapat spesies langka atau terancam, atau habitat dengan nilai konservasi tinggi,
4.Maka langkah-langkah perencanaan manajemen dan operasi yang benar harus mencakup:
5.Memastikan bahwa seluruh persyaratan hukum yang terkait dengan perlindungan spesies atau habitat tersebut di atas dipenuhi.
6.Menghindari kehancuran dan kerusakan atas habitat-habitat terkait.
7.Mengontrol setiap kegiatan perburuan, penangkapan ikan atau pemanenan ilegal atau tidak benar; dan mengembangkan upaya-upaya yang bertanggung jawab untuk menyelesaikan konflik antara manusia dan satwa liar (misalnya serbuan gajah ke wilayah pemukiman).
Kriteria 5.3 :
Limbah harus dikurangi, didaur ulang, dipakai kembali, dan dibuang dengan cara-cara bertanggung jawab secara lingkungan dan sosial
Indikator :
1.Pengelolaan limbah dan rencana pembuangan limbah.
2.Pembuangan wadah pestisida yang aman.
Kriteria 5.4 :
Efisiensi penggunaan energi dan penggunaan energi terbarukan dimaksimalkan.
Indikator :
1.Monitoring penggunaan energi terbarukan per ton CPO/TBS.
2.Monitoring penggunaan bahan bakar fosil per ton CPO (atau TBS jika perkebunan tidak memiliki pabrik).
Kriteria 5.5 :
Penggunaan pembakaran untuk pembuangan limbah dan untuk penyiapan lahan untuk penanaman kembali dihindari kecuali dalam kondisi spesifik, sebagaimana tercantum dalam
kebijakan tanpa-bakar ASEAN atau panduan lokal serupa.
Indikator :
Dokumen analisa penggunan pembakaran untuk persiapan lahan penanaman kembali.
Kriteria 5.6 :
Rencana-rencana untuk mengurangi pencemaran dan emisi, termasuk gas rumah kaca, dikembangkan, diimplementasikan dan dimonitor.
Indikator :
1.Analisa seluruh kegiatan yang menimbulkan polusi perlu dilakukan, termasuk emisi gas, emisi dan limbah arang (lihat kriteria 4.4). Polutan dan emisi dalam jumlah yang banyak harus diidentifikasi dan rencana-rencana untuk menguranginya diimplementasikan.
2.Sistem monitoring harus ada untuk masalah polutan yang banyak, yang melampaui batasan yang ditetapkan sistem nasional.
3.Monitoring gas metana hasil pemrosesan limbah dan partikel-partikel hasil pembakaran. Untuk ini mungkin dibutuhkan keterlibatan pihak ketiga.
Prinsip 6: Pertimbangan bertanggung jawab atas karyawan, individu, dan komunitas yang terkena dampak perkebunan dan pabrik
Kriteria 6.1 :
Aspek-aspek pengelolaan perkebunan dan pabrik yang menimbulkan dampak sosial diidentifikasi secara partisipatif dan rencana-rencana untuk mencegah dampak negatif dan untuk mendorong dampak positif
Indikator :
1.Dokumen analisa dampak sosial.
2.Bukti bahwa analisa telah dilakukan bersama pihak yang dirugikan. Partisipasi dalam konteks ini berarti bahwa pihak yang dirugikan dapat mengekspresikan pendapat dibuat, diimplementasikan dan dimonitor untuk memperlihatkan kemajuan yang berkesinambungan. mereka lewat institusi perwakilan mereka selama proses identifikasi dampak, kajian temuan-temuan dan rencana pencegahan, dan monitoring keberhasilan rencana yang diimplementasikan.
3.Jadwal yang disertai tanggung jawab pencegahan dan monitoring, dikaji dan diperbarui sesuai kebutuhan, dalam kasus di mana analisa yang didapat menuntut dilakukannya perubahan pada praktek-praktek yang sedang dijalankan.
4.Perhatian khusus terhadap dampak skema petani plasma (bila perkebunan menggunakan skema ini).
Kriteria 6.2 :
Terdapat metode terbuka dan transparan untuk mengkomunikasikan dan mengkonsultasikan antara perkebunan dan/atau pabrik, komunitas lokal, dan pihak lain yang dirugikan atau berkepentingan.
Indikator :
1.Documen konsultasi dan prosedur komunikasi.
2.Manajer yang dicalonkan untuk mempertanggungjawabkan isu-isu ini.
3.Pemeliharaan daftar stakeholders, catatan seluruh komunikasi dan catatan tanggapantanggapan terhadap masukan stakeholders.
Kriteria 6.3 :
Terdapat system yang disepakati dan didokumentasikan bersama untuk mengurus keluhan-keluhan dan penderitaan-penderitaan, yang diimplementasikan dan diterima oleh semua pihak.
Indikator :
1.Sistem yang digunakan dapat menyelesaikan perselisihan lewat cara yang efektif, tepat waktu dan benar.
2.Dokumentasi proses dan hasil penyelesaian perselisihan.
3.Sistem yang digunakan terbuka bagi seluruh pihak yang dirugikan.
Kriteria 6.4 :
Setiap perundingan menyangkut kompensasi atas kehilangan hak legal atau hak adat dilakukan melalui system terdokumentasi yang memungkinkan komunitas adat dan takeholder lain memberikan pandanganpandangannya melalui institusi perwakilan mereka sendiri.
Indikator :
1.Pembuatan prosedur untuk mengidentifikasi hak-hak legal dan adat dan prosedur untuk mengidentifikasi masyarakat yang berhak menerima kompensasi.
2.Prosedur untuk menghitung dan membagikan kompensasi yang memadai (dalam wujud uang atau bentuk lainnya) dibuat dan diimplementasikan. Hal ini perlu mempertimbangkan perbedaan jender dalam wewenang mengklaim hak, kepemilikan dan akses kepada lahan; perbedaan antara transmigran dan masyarakat pribumi; perbedaan antara bukti kepemilikan yang legal versus komunal dari berbagai etnis.
3.Proses dan hasil setiap kompensasi didokumentasikan dan tersedia untuk umum.
Kriteria 6.5 :
Upah dan persyaratan-persyaratan bagi karyawan dan/atau karyawan dari kontraktor harus selalu memenuhi paling tidak standar minimum industri atau hukum, dan cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar pekerja dan untuk memberikan pendapatan tambahan.
Indikator :
1.Dokumentasi upah dan persyaratan.
2.UU Ketenagakerjaan, kesepakatan Serikat Kerja atau kontrak langsung penerimaan kerja yang berisikan masalah pembayaran dan persyaratan kerja (misalnya jumlah jam kerja, deduksi, lembur, sakit, hari libur, cuti melahirkan, dasar-dasar pemutusan hubungan kerja, periode pemberitahuan, dll.) tersedia dalam bahasa yang dimengerti oleh pekerja atau dijelaskan secara lengkap dan cermat kepada mereka oleh pejabat senior perusahaan.
3.Pihak perkebunan dan pabrik kelapa sawit menyediakan fasilitas perumahan, air bersih, kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan yang memadai sesuai atau melebihistandar nasional, bila fasilitas umum serupa tidak tersedia atau tidak dapat diakses oleh petani.
Kriteria 6.6 :
Perusahaan menghormati hak seluruh karyawan untuk membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja sesuai dengan pilihan mereka dan untuk mengeluarkan pendapat secara kolektif. Ketika hak kebebasan berkumpul dan mengeluarkan pendapat secara kolektif dilarang oleh hukum, maka perusahaan memfasilitasi media asosiasi independen dan bebas dan hak mengeluarkan pendapat yang setara bagi seluruh karyawan.
Indikator :
1.Pernyataan yang diterbitkan dalam bahasa setempat yang berisi pengakuan atas hak berserikat.
2.Notulensi pertemuan dengan Serikat Kerja utama atau perwakilan pekerja.
Kriteria 6.7 :
Buruh anak-anak tidak diperbolehkan. Anak-anak tidak boleh terpapar oleh kondisi kerja membahayakan. Pekerjaan yang dilakukan oleh anak-anak hanya diperbolehkan pada perkebunan keluarga, di bawah pengawasan orang dewasa dan tidak mengganggu program pendidikan mereka.
Indikator :
Dokumen yang menyatakan bahwa persyaratan usia kerja minimum telah dipenuhi.
Kriteria 6.8 :
Perusahaan tidak boleh terlibat atau mendukung diskriminasi berbasis ras, kasta,
kebangsaan, agama, ketidakmampuan fisik, jender, orientasi seksual, keanggotaan serikat, afiliasi politik atau umur.
Indikator :
1.Kebijakan pembukaan lapangan kerja yang terbuka untuk umum, termasuk identifikasi kelompok-kelompok setempat yang relevan atau yang dirugikan.
2.Bukti bahwa para pekerja dan kelompok pekerja termasuk tenaga kerja pendatang tidak diperlakukan secara diskriminatif.
Kriteria 6.9 :
Kebijakan untuk mencegah pelecehan seksual dan berbagai bentuk kekerasan terhadap perempuan dan untuk melindungi hak reproduksi mereka dikembangkan dan diaplikasikan.
Indikator :
Kebijakan tentang pelecehan seksual dan kekerasan di tempat kerja dan catatan pelaksanaannya.
Kriteria 6.10 :
Pihak perkebunan dan pabrik kelapa sawit berurusan secara adil dan transparan dengan petani dan bisnis lokal lainnya.
Indikator :
1.Harga TBS yang berlaku dan harga sebelumnya harus tersedia untuk umum.
2.Mekanisme penetapan harga TBS dan input/jasa harus didokumentasikan (bila hal ini berada dibawah kuasa pihak perkebunan dan pabrik kelapa sawit).
3.Bukti bahwa semua pihak memahami kesepakatan kontrak yang mereka lakukan, dan bahwa ontrak-kontrak tersebut adil, legal dan transparan.
4.Pembayaran yang telah disepakati harus dilakukan tepat waktu.
Kriteria 6.11 :
Perkebunan dan pabrik berkontribusi terhadap pembangunan lokal yang berkelanjutan sejauh memungkinkan.
Indikator :
Kontribusi nyata terhadap pembangunan lokal yang berdasarkan hasil konsultasi dengan masyarakat lokal.
Prinsip 7: Pengembangan perkebunan baru yang bertanggung jawab
Kriteria 7.1 :
Suatu kajian lingkungan dan sosial yang komprehensif dan partisipatif dilakukan sebelum menetapkan suatu wilayah perkebunan atau operasi baru, atau perluasan kawasan sudah ada, dan hasilnya diintegrasikan ke dalam perencanaan, pengelolaan dan operasi.
Indikator :
1.Analisa dampak independen, yang dilakukan lewat metodologi partisipatif termasuk kelompok stakeholder luar.
2.Perencanaan manajemen dan prosedur operasi yang tepat.
3.Bila pengembangan meliputi skema petani plasma, dampak dari skema tersebut dan implikasi pengelolaannya perlu diberikan perhatian khusus.
Kriteria 7.2 :
Survey tanah dan informasi topografi digunakan untuk perencanaan lokasi kerja dalam rangka penetapan kawasan penanaman baru, dan hasilnya diintegrasikan ke dalam rencana dan operasi.
Indikator :
Kegiatan ini perlu dipadukan dengan SEIA sebagaimana disyaratkan kriteria 7.1.
Kriteria 7.3 :
Penanaman baru sejak Nopember 2005 (yang merupakan perkiraan saat pengadopsian kriteria RSPO oleh anggotanya) tidak menggantikan hutan alam atau kawasan yang memiliki satu atau lebih Nilai Konservasi Tinggi.
Indikator :
Kegiatan ini perlu dipadukan dengan SEIA sebagaimana disyaratkan kriteria 7.1.
Kriteria 7.4 :
Penanaman ekstensif di lerengan curam dan/atau tanah tidak subur dan rentan, dihindari.
Indikator :
Kegiatan ini perlu dipadukan dengan SEIA sebagaimana disyaratkan kriteria 7.1.
Kriteria 7.5 :
Tidak ada penanaman baru dilakukan di tanah masyarakat lokal tanpa persetujuan bebas, didahulukan dan diinformasikan (FPIC) dari mereka, yang dilakukan melalui suatu sistem yang terdokumentasi sehingga memungkinkan masyarakat adat dan masyarakat lokal serta para pihak lainnya bisa mengeluarkan pandangan mereka melalui institusi perwakilan mereka sendiri.
Indikator :
Kegiatan ini perlu dipadukan dengan SEIA sebagaimana disyaratkan kriteria 7.1.
Kriteria 7.6 :
Masyarakat lokal diberikan kompensasi untuk akuisisi tanah sudah disetujui dan dibebaskan dari pelepasan haknya dengan syarat harus melalui proses FPIC dan persetujuan yang sudah disepakati.
Indikator :
1.Dokumen identifikasi dan analisa hak-hak legal dan hak-hak adat.
2.Sistem identifikasi kelompok yang berhak menerima kompensasi.
3.Sistem perhitungan dan distribusi kompensasi yang wajar (dalam wujud uang atau bentuk lainnya).
4.Masyarakat yang kehilangan akses dan hak atas tanah perluasan perkebunan diberikan kesempatan untuk mendapatkan manfaat dari pembangunan perkebunan.
5.Proses dan hasil klaim kompensasi harus didokumentasikan dan disediakan untuk umum.
6.Kegiatan ini perlu dipadukan dengan SEIA sebagaimana disyaratkan kriteria 7.1.
Kriteria 7.7 :
Penggunaan api dalam penyiapan lahan penanaman baru dihindari kecuali dalam situasi tertentu, sebagaimana terdapat dalam panduan tanpa-bakar ASEAN maupun praktik terbaik yang ada di region
Indikator :
1.Dokumen analisa penggunaan api untuk penyiapan lahan penanaman.
2.Kegiatan ini perlu dipadukan dengan SEIA sebagaimana disyaratkan kriteria 7.1.
Prinsip 8: Komitmen terhadap perbaikan terus-menerus pada wilayah-wilayah utama aktiftas
Kriteria 8.1:
Pihak perkebunan dan pabrik kelapa sawit secara teratur memonitor dan mengkaji ulang aktifitas mereka dan mengembangkan dan mengimplementasikan rencana aksi yang memungkinkan adanya perbaikan nyata yang kontinu pada operasi-operasi kunci.
Indikator :
Rencana aksi untuk perbaikan terus menerus perlu didasarkan pada pertimbangan dampak sosial dan lingkungan dan kesempatan yang ditimbulkan perkebunan/pabrik kelapa sawit, dan perlu mencakup sejumlah indikator yang dijabarkan dalam prinsip dan kriteria ini. Minimum, hal ini harus meliputi, namun tidak terbatas pada :
1.Pengurangan penggunaan bahan-bahan kimia tertentu (kriteria 4.6).
2.Dampak lingkungan (kriteria 5.1).
3.Pengurangan limbah (kriteria 5.3).
4.Polusi dan emisi (kriteria 5.6).
5.Dampak sosial (kriteria 6.1).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar